Sunday 18 March 2012

Hukum Sholat Jumat Untuk Wanita

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah : 9)

Al Qurthubi menjelaskan bahwa kalimat “Hai orang-orang beriman” ditujukan kepada orang-orang yang mukallaf menurut ijma’ ulama, sehingga tidak termasuk didalamnya orang sakit, musafir (sedang bepergian), budak, kaum wanita berdasarkan dalil, orang yang buta dan tua renta yang tidak mampu berjalan kecuali dengan dituntun seseorang menurut Abu Hanifah.

Diriwayatkan dari Jabir bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka wajib atasnya shalat jum’at pada hari jum’at kecuali orang sakit, musafir, wanita, anak kecil, atau budak. Barangsiapa yang sedang mencari kekayaan dengan berdagang cukuplah Allah baginya. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (HR. Ad Daru Quthni) –(al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz XVIII hal 346 – 347)

Al Jasshosh mengatakan bahwa tidak terjadi perbedaan dikalangan para fuqoha bahwa kewajiban shalat jum’at dikhususkan terhadap orang yang baligh lagi bermukim (bukan dalam keadaan safar) dan tidak terhadap kaum wanita, budak, musafir dan orang-orang lemah, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi saw bersabda,”Empat golongan yang tidak wajib atas mereka shalat jum’at, yaitu : budak, wanita, orang sakit dan musafir.” (Ahkamul Qur’an juz III hal 669)

DR Wahbah mengatakan bahwa shalat jum’at diwajibkan kepada seorang yang mukallaf (baligh dan berakal), merdeka, laki-laki, orang yang mukim bukan musafir, tidak sedang sakit atau terkena uzur-uzur lainnya serta mendengar suara adzan.

Shalat jum’at tidaklah wajib atas anak kecil, orang gila dan sejenisnya, budak, wanita, musafir, orang sakit, takut, buta walaupun ada orang yang menuntunnya menurut Abu Hanifah, akan tetapi menurut para ulama Maliki dan Syafi’i wajib baginya jika ada orang yang menuntunnya.

Beliau juga mencantumkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Nabi saw yang bersabda,”Shalat jum’at adalah kewajiban seorang muslim yang dilakukan dengan berjama’ah kecuali terhadap empat golongan : budak, wanita, anak kecil atau orang yang sakit.” (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz II hal 1285)
Dengan demikian kalimat “Hai orang-orang beriman” tidaklah mencakup kaum wanita sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai hadits diatas. Kaum wanita termasuk didalam orang-orang dikecualikan atasnya shalat jum’at walaupun mereka tidak dalam keadaan sakit, safar atau uzur-uzur lainnya.

Akan tetapi tidak ada larangan bagi kaum wanita untuk menghadirinya apabila mereka menginginkannya selama kehadirannya tidak menimbulkan fitnah bagi orang-orang yang ada didalam masjid tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian dari mendatangi masjid, dan (sesungguhnya) rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. Ahmad dan al Hakim)

Pada zaman Rasulullah saw sebagian sahabat wanita mampu menghafalkan surat Qaff dari lisan Rasulullah saw pada saat shalat jum’at. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu kaum wanita ikut serta menghadiri shalat jum’at bersama kaum pria dan tidak ada larangan terhadap mereka dari beliau saw, sebagaimana diriwayatkan dari putri Haritsah bin an Nu’man berkata,”Tidaklah aku menghafal surat Qaff kecuali dari bibir Rasulullah saw saat beliau saw berceramah dengannya setiap hari jum’at.” (HR. Muslim).
Wallahu A’lam

Saturday 17 March 2012

Zakat dan Pajak

Oleh : KH Didin Hafidhuddin
Zakat berarti bersih, berkah, tumbuh, dan berkembang. Artinya, setiap orang yang berzakat dari harta yang didapatkannya secara halal dan benar, dipastikan akan bersih, berkah, tumbuh, dan berkembang. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS Attaubah: 103.

''Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan serta menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.''

Juga, firman-Nya dalam QS Arruum: 39. ''Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).''

Zakat ditetapkan berdasarkan nas-nas Alquran dan Hadis Nabi yang bersifat qath'i sehingga kewajibannya bersifat mutlak dan sepanjang masa. Yusuf al-Qaradhawi menyatakan, zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-menerus. Ia akan berjalan terus selama Islam dan kaum Muslimin ada di muka bumi ini. Kewajiban tersebut tidak dapat dihapuskan oleh siapa pun.

Seperti halnya shalat, zakat merupakan tiang agama dan pokok ajaran Islam. Ia merupakan ibadah taqarrub kepada Allah. Maka itu, diperlukan keikhlasan saat menunaikannya. Zakat juga merupakan ibadah utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat.

Sementara itu, pajak keberadaannya sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Di negara kita, hukum pajak bersumber pada UUD 1945 dan undang-undang turunannya, seperti UU No 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Tentu saja, selain memiliki kewajiban membayar zakat, setiap Muslimin juga berkewajiban membayar pajak. Seperti dikemukakan dalam UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab IV Pasal 14 ayat (3) bahwa zakat yang telah dibayarkan kepada badan atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba (pendapatan) sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun antara zakat dan pajak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip, keduanya merupakan harta amanah yang harus disalurkan tepat sasaran dan sesuai ketentuan.

Amil zakat yang menyelewengkan dana zakat, berdosa besar kepada Allah SWT dan khianat kepada sesama manusia. Dan, petugas pajak yang menyelewengkan dana pajak untuk memperkaya diri sendiri merupakan orang yang berbuat dosa besar di sisi Allah SWT. Hal tersebut adalah pengkhianatan yang sangat menjijikkan.

Kasus manipulasi pajak yang melibatkan oknum para penegak hukum merupakan sebuah bentuk pengkhianatan yang pelakunya harus dihukum sangat berat. Sehingga, hukuman itu memiliki efek jera agar pelakunya tidak melakukannya kembali. Wa Allahu A'lam.

Sumber : republika.co.id

Wednesday 14 March 2012

keutamaan shalawat



Shalawat Narriyah
Disebutkan beberapa faedah shalawat atau manfaat shalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi. Seperti yang dikatakan para ulama. Terutama Al Alamah Ibn Al Qayyim, dan Al Hafizh Ibn Hajar Al Haitsami dengan secara rinci dan ringkas.
Ada pun beberapa faedah shalawat atau dengan kata lain keutamaan shalawat dan mengucap salam kepada Rasulullah Saw, yaitu:
  1. Shalawat adalah serupa dengan perintah Allah Swt.
  2. Bersamaan dengan Allah Swt ketika kita bershalawat. Sedangkan jika shalawat kita berbeda. Shalawat kita adalah doa dan permohonan. Sedangkan shalawat Allah Swt adalah keagungan dan kemuliaan.
  3. Malaikat pun ikut shalawat didalamnya.
  4. Allah akan memberikan balasan sepuluh, jika orang tersebut mengucapkan shalawat sekali.
  5. Shalawat mengangkat sepuluh derajat.
  6. Dituliskan sepuluh kebaikan.
  7. Shalawat menghapus sepuluh keburukan.
  8. Shalawat akan mendatangkan pengijabahan atas doanya. Jika shalawat didahulukan maka akan menghantar kepada Allah Swt. Sedangkan jika tidak diucapkan ketika berdoa, maka doa tersebut akan menggantung antara langit dan bumi.
  9. Penyebab syafaat Nabi, jika ia meminta perantaraan ataupun meninggalkannya.
  10. Penyebab diampunkannya dosa.
  11. Penyebab untuk dicukupkannya kesedihan oleh Allah Swt kepada hamba-Nya.
  12. Penyebab kedekatan seorang hamba kepada Rasulullah Saw di hari Kiamat.
  13. Menempatkan kedudukan sedekah pada yang sepuluh.
  14. Penyebab ditunaikannya kebutuhan.
  15. Penyebab Allah dan para malaikat bershalawat kepadanya.
  16. Shalawat adalah bentuk zakat bagi orang yang bershalawat dan merupakan penyuci baginya.
  17. Penyebab datangnya kabar gembira bagi si pelakunya dengan surga sebelum ia mati.
  18. Penyebab diselamatkannya si pelaku dari keadaan hari Kiamat.
  19. Penyebab menjawabnya Nabi Saw (atas shalawat yang dilantunkannya).
  20. Penyebab pengingat dari sesuatu yang ia lupakan.
  21. Penyebab baiknya sebuah majelis, juga tidak akan merugikan seseorang yang termasuk ahli didalamnya.
  22. Penyebab menolak kefakiran.
  23. Menolak kepada pelakunya nama bakhil jika ia membalas orang mengucap shalawat atas Nabi Saw.
  24. Penyebab kesuksesan doa jika disebutkan diawal doa atau pun dibelakangnya jika ia lupa bershalawat kepada Nabi Saw.
  25. Shalawat akan mengantar pada jalan surga, serta seseorang akan meninggalkan jalan itu karena sebab meninggalkan shalawat.
  26. Menyelamatkan dari fitnah di sebuah majelis yang tidak berdzikir kepada Allah dan Rasul-Nya, atau tidak memuji dan mengagungkan-Nya, dan bershalawat kepada Rasul-Nya.
  27. Merupakan kesempurnaan bicara yang diawali denhan Hamdallah (memuji Allah) lalu shalawat kepada Rasul-Nya.
  28. Berlimpahnya cahaya seorang hamba ketika berada di Shirath.
  29. Shalawat akan mengeluarkan seorang hamba dari kehilangan.
  30. Penyebab akan ketetapan Allah Swt dalam mengagungkan kebaikan bagi orang yang bershalawat kepadanya antara penduduk langit dan bumi. Karena orang yang bershalawat adalah menuntut kepada Allah agar kiranya Allah mengagungkan kepada Rasul-Nya, memuliakan, dan menghormatinya. Ini merupakan bagian dari amal, maka adalah harus bagi orang yang shalawat bagian seperti itu.
  31. Penyebab keberkahan, baik pekerjaan ataupun usianya
  32. Penyebab untuk menggapai rahmat Allah, karena rahmat adalah makna dari shalawat.
  33. Penyebab kekalnya kasih sayang kepada Nabi Saw, dengan cara menambah atau melipat-gandakannya. Ini merupkan bentuk ikatan iman yang tidak akan sempurna bila tidak ada shalawat didalamnya. Karena ketika ia memperbanyak dalam mengingat yang ia cintai dan menghadirkannya dalam hati, serta memperindah dalam menghadirinya. Maka itu adalah bentuk cinta yang penuh dan semakin berlipat cintanya dan semakin bertambah rasa rindunya. Jika semakin penuh rasa rindunya, merupakan kebiasaan jika seseorang mencintai sesuatu, maka pasti ia sangat menginginkan untuk melihatnya. Sedangkan jika ia merasa cinta, maka akan semakin kuat ia mengingatnya. Sehingga lisan senantiasa memuji dan mengagungkan yang dicintainya. Sehingga ia akan terus menggandakan dan menambahkan keindahan dalam tiap kata ketika mengingatnya.
  34. Penyebab rasa cinta Nabi Saw kepada seorang hamba.
  35. Penyebab mendapatkan hidayah dari Allah, serta penyebab hidupnya hati.
  36. Penyebab dikembalikannya nama orang yang bershalawat oleh Nabi Saw 9Nabi Saw menjawab shalawat dan ucapan salam orang tersebut). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Sesungguhnya shalawat kalian akan disampaikan kepadaku. Kemudian sabdanya pula, "Sesungguhnya Allah mewakilkan atas kuburku malaikat yang senantiasa menyampaikan nama umatku yang mengucapkan salam kepadaku."
  37. Penyebab tetapnya kedua kaki ketika berada di Shirath.
  38. Bershalawat merupakan menunaikan sedikit daripada hak Nabi Saw, serta merupakan perlambang dari rasa syukur atas diturunkannya, yang merupakan bentuk dari nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita.
  39. Bershalawat adalah gabungan antara shalawat dan dzikir kepada Allah, serta bersyukur kepada Allah. Bershalawat juga merupakan bentuk pengetahuan akan nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya dengan bentuk mengutus Nabi Saw.
Dikutip dari "Umat Akhir Zaman," Muhammad bin Alwi Al Maliki, Penerbit: Iqra Kurnia Gemilang.

Tuesday 13 March 2012

12 Barisan Manusia di Padang Mahsyar

Suatu ketika, Muadz bin Jabal ra mengadap Rasulullah SAW dan bertanya: “Wahai Rasulullah, tolong jelaskan kepadaku mengenai firman Allah SWT: (Pada saat sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris” (Surah an-Naba’:1) Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis dan basah pakaianNYA dengan air mata. Lalu menjawab: “Wahai Muadz, engkau telah bertanya kepadaku perkara yang amat besar, bahwa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris menjadi 12 barisan, masing-masing dengan pembawaan mereka sendiri….”


Maka dijelaskanlah oleh Rasulullah ke 12 barisan tersebut :
* BARISAN PERTAMA Di iring dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: “Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati tetangganya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KEDUA Diiring dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: “Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meringan-ringankan sholat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KETIGA Mereka berbentuk keledai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking. “Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KEEMPAT Diiring dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancutan keluar dari mulut mereka. “Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jualbeli, maka inilah balasannya dan tempat mereka adalah neraka…”

* BARISAN KELIMA Diiring dari kubur dengan bau busuk daripada bangkai. Ketika itu Allah SWT menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu ketenteraman di Padang Mahsyar. “Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan durhaka takut diketahui oleh manusia tetapi tidak ada rasa takut kepada Allah SWT, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KEENAM Diiring dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan. “Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KETUJUH Diiring dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir keluar nanah dan darah. “Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

BARISAN KELAPAN Diiring dari kubur dalam keadaan terbalik dengan kepala ke bawah dan kaki ke atas. “Mereka adalah orang yang berbuat zina, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KESEMBILAN Diiring dari kubur dengan berwajah hitam gelap dan bermata biru sementara dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh. “Mereka itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang tidak sebenarnya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KESEPULUH Diiring dari kubur mereka dalam keadaan tubuh mereka penuh dengan penyakit sopak dan kusta. “Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KESEBELAS Diiring dari kubur mereka dengan berkeadaan buta mata-kepala, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut mereka dan keluar beraneka kotoran. “Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka…”

* BARISAN KEDUA BELAS Mereka diiring dari kubur dengan wajah yang bersinar-sinar laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirat seperti kilat. Maka, datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih memaklumkan: “Mereka adalah orang yang beramal salih dan banyak berbuat baik. Mereka menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara sholat lima waktu, ketika meninggal dunia keadaan mereka sudah bertaubat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah syurga, mendapat keampunan, kasih sayang dan keridhoan Allah Yang Maha Pengasih

Sejarah Azan

Sebelum adzan Subuh sempat berkumandang di wilayah terbarat benua Afrika, adzan Dzuhur pun siap berkumandang menjelajah belahan dunia lainnya. Sementara kumandang adzan Dzuhur belum sempat terdengar kembali di bagian timur Indonesia, adzan Ashar telah siap menjelajah belahan dunia lainnya. Saat gema adzan Ashar belum selesai, Adzan Magrib telah merambah bumi ini. Selang beberapa saat adzan Isya’ pun siap melanjutkan. Ketika gema adzan Isya’ belum selesai di benua Amerika, adzan Subuh sudah kembali terdengar di sebagian wilayah Indonesia.

Seiring bergantinya siang dan malam ternyata adzan akan selalu berkumandang di muka bumi ini. Tanpa kita sadari, para muadzin di seluruh penjuru dunia ini, tak henti-hentinya bersahutan mengumandangkan adzan. Insya Allah, gema adzan akan terus mengawal dunia berputar hingga akhir zaman.

Tahukah pembaca bagaimana sejarah dari Adzan itu?

Adzan merupakan sarana untuk mengingatkan bahwa waktu shalat telah tiba. Dikarenakan itu, setiap muslim seyogyanya segera mendirikan shalat tatkala adzan berkumandang. Sebagaimana kita ketahui, shalat merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Kumandang adzan, baik di masa kini maupun masa lalu, adalah keunikan karakteristik Islam. Ini sangat terasa apabila seorang muslim bermukim atau mengunjungi ibukota negara-negara Barat. Tatkala mendengar suara adzan berkumandang dari sebuah masjid, “Allahu Akbar, Allahu Akbar,” ia akan merasakan kesan mendalam yang ditimbulkan suara itu. Lebih mengesankan lagi bila ia mendengarnya di sela-sela hiruk-pikuk kehidupan modern di sekeliling masjid itu. Hanya dengan mendengarnya, muslim yang baik akan segera meninggalkan gemerlap kehidupan yang menipu dan palsu. Dengan menghayati makna adzan, sirnalah segala gemerlap dunia yang menipu dari pandangan seorang muslim.

Asal Usul Adzan begitu unik dan menarik. Tuhan Yang Maha Besar melapangkan penduduk Madinah untuk memeluk Islam. Mereka –kalangan Ansar– menyambut kedatangan Nabi Muhammmad SAW dan pengikutnya –kalangan muhajirin– memasuki Madinah, setelah sebelumnya Allah SWT memperkenankan nabi berhijrah. Di kota Madinah, Islam pun tersebar dengan cepat. Fenomena ini sekaligus berarti bahwa kuantitas umat Islam bertambah.

Seiring dengan bertambahnya kuantitas umat Islam di Madinah, munculah kesulitan kecil di antara kaum muslim untuk memperkirakan waktu shalat. Sampai suatu hari pada tahun kedua Hijriah, sejumlah orang menemui Rasulullah SAW.

Di antara hadirin, terdapat Umar bin Khattab. Pertemuan tersebut membahas topik perlunya berkumpul untuk melaksanakan shalat berjamaah dan mencari solusi bagaimana memberitahu umat Islam bahwa waktu shalat tengah menjelang.

Sejumlah hadirin mengusulkan penggunaan lonceng, sama dengan yang digunakan orang Nasrani untuk memanggil jemaatnya ke gereja. Adapun hadirin yang lain menawarkan terompet yang terbuat dari tanduk, sama dengan yang digunakan orang Yahudi ketika memanggil penganutnya ke sinagog-sinagog. Usulan lainnya adalah penggunaan api. Jadi setiap kali waktu shalat tiba, ditempat yang tinggi dinyalakan api. Dengan begitu, seluruh muslim dapat melihatnya dan bergegas menuju masjid.

Umar bin Khattab tampak asyik menyimak jalannya musyawarah tersebut. Merasa tidak tertarik dengan ketiga usulan yang terlontar, ia berkata dengan lugas, “Mengapa bukan seorang muslim saja yang menyeru untuk shalat?” Tidak diduga, justru Nabi Muhammad SAW menyetujui gagasan Umar bin Khattab. Sembari memandang Bilal bin Rabah, Nabi berucap, “Hai Bilal, berdiri dan serukanlah shalat!”

Sementara itu, lafal adzan yang kita kenal selama ini berasal dari mimpi Abdullah bin Zayd yang kemudian diceritakan kepada Rasulullah, dan kemudian diajarkan dan dihafal oleh Bilal bin Rabah. Bilal dipilih Rasulullah sebagai muadzin pertama lantaran ia diketahui memiliki suara yang merdu.

Dari mana Rasulullah SAW mengetahui bahwa Bilal bin Rabah punya suara merdu? Tidak ada seorang penulis sejarah pun yang dapat menjawabnya. Akan tetapi diduga Nabi Muhammad SAW mengetahui dari istrinya Aisyah binti Abu Bakar. Tatkala Bilal dan Abu Bakar menderita demam setibanya di Madinah, Aisyahlah yang merawat keduanya. Sepengetahuan Aisyah, jika terserang panas tinggi, Bilal acapkali mengigau dan melantunkan beberapa bait syair Hassan bin Tsabit yang digubah untuk memuji Rasulullah SAW. Wajar jika Aisyah binti Abu Bakar menceritakan fenomena menarik itu kepada Rasulullah SAW.