يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي
لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah : 9)
Al Qurthubi menjelaskan bahwa kalimat “Hai orang-orang beriman”
ditujukan kepada orang-orang yang mukallaf menurut ijma’ ulama, sehingga
tidak termasuk didalamnya orang sakit, musafir (sedang bepergian),
budak, kaum wanita berdasarkan dalil, orang yang buta dan tua renta yang
tidak mampu berjalan kecuali dengan dituntun seseorang menurut Abu
Hanifah.
Diriwayatkan dari Jabir bahwasanya Rasulullah saw
bersabda,”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
wajib atasnya shalat jum’at pada hari jum’at kecuali orang sakit,
musafir, wanita, anak kecil, atau budak. Barangsiapa yang sedang mencari
kekayaan dengan berdagang cukuplah Allah baginya. Dan Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.” (HR. Ad Daru Quthni) –(al Jami’ Li Ahkamil Qur’an
juz XVIII hal 346 – 347)
Al Jasshosh mengatakan bahwa tidak terjadi perbedaan dikalangan para
fuqoha bahwa kewajiban shalat jum’at dikhususkan terhadap orang yang
baligh lagi bermukim (bukan dalam keadaan safar) dan tidak terhadap kaum
wanita, budak, musafir dan orang-orang lemah, sebagaimana diriwayatkan
dari Nabi saw bersabda,”Empat golongan yang tidak wajib atas mereka
shalat jum’at, yaitu : budak, wanita, orang sakit dan musafir.” (Ahkamul
Qur’an juz III hal 669)
DR Wahbah mengatakan bahwa shalat jum’at diwajibkan kepada seorang
yang mukallaf (baligh dan berakal), merdeka, laki-laki, orang yang mukim
bukan musafir, tidak sedang sakit atau terkena uzur-uzur lainnya serta
mendengar suara adzan.
Shalat jum’at tidaklah wajib atas anak kecil, orang gila dan
sejenisnya, budak, wanita, musafir, orang sakit, takut, buta walaupun
ada orang yang menuntunnya menurut Abu Hanifah, akan tetapi menurut para
ulama Maliki dan Syafi’i wajib baginya jika ada orang yang menuntunnya.
Beliau juga mencantumkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari
Nabi saw yang bersabda,”Shalat jum’at adalah kewajiban seorang muslim
yang dilakukan dengan berjama’ah kecuali terhadap empat golongan :
budak, wanita, anak kecil atau orang yang sakit.” (al Fiqhul Islami wa
Adillatuhu juz II hal 1285)
Dengan demikian kalimat “Hai orang-orang beriman” tidaklah mencakup
kaum wanita sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai hadits diatas. Kaum
wanita termasuk didalam orang-orang dikecualikan atasnya shalat jum’at
walaupun mereka tidak dalam keadaan sakit, safar atau uzur-uzur lainnya.
Akan tetapi tidak ada larangan bagi kaum wanita untuk menghadirinya
apabila mereka menginginkannya selama kehadirannya tidak menimbulkan
fitnah bagi orang-orang yang ada didalam masjid tersebut, sebagaimana
sabda Rasulullah saw,”Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian
dari mendatangi masjid, dan (sesungguhnya) rumah-rumah mereka lebih baik
bagi mereka.” (HR. Ahmad dan al Hakim)
Pada zaman Rasulullah saw sebagian sahabat wanita mampu menghafalkan
surat Qaff dari lisan Rasulullah saw pada saat shalat jum’at. Hal ini
menunjukkan bahwa pada masa itu kaum wanita ikut serta menghadiri shalat
jum’at bersama kaum pria dan tidak ada larangan terhadap mereka dari
beliau saw, sebagaimana diriwayatkan dari putri Haritsah bin an Nu’man
berkata,”Tidaklah aku menghafal surat Qaff kecuali dari bibir Rasulullah
saw saat beliau saw berceramah dengannya setiap hari jum’at.” (HR.
Muslim).
Wallahu A’lam